CSA

Loading

Minggu, 12 Januari 2014

UAS KOMPUTER TINGKAT 1A 2014

PENGGUNAAN KAPSUL VITAMIN A DOSIS TINGGI SECARA AMAN
untuk melihat versi berkutnya
download disini 


Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau lebih rendah) yang dilakukan secara berkala kepada anak, dimaksudkan untuk menghimpun cadangan Vitamin A delam hati, agar tidak terjadi kekurangan vitamin A dan akibat buruk yang ditimbulkannya, seperti xeroptalmia, kebutaan dan kematian. Cadangan vitamin A dalam hati ini dapat digunakan sewaktu-waktu bila diperlukan.
Pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI kepada anak usia 1-5 tahun dapat emberi perlindungan selama 6 bulan, tergantung berapa banyak vitamin A dari makanan sehari-hari dikonsumsi oleh anak dan penggunaannya dalam tubuh.
TANYA JAWAB TENTANG HIPERVITAMINOSIS VITAMIN A
1.a. Apakah kapsul vitamin A 200.000 SI berbahaya bila diberikan kepada anak umur 1 tahun yang telah cukup mengkonsumsi makanan-makanan sumber vitamin A ?
Tidak. Pada anak-anak, dosis tunggal vitamin A 200.000 SI masih dibawah maksimum daya simpan hati. Kira-kira 50 % dari dosis yang akan disimpan dalam tubuh anak.
1.b Apakah pemberian itu justru akan menolong?
Ya, untuk mencegah kekurangan vitamin A dan akibat-akibatnya termasuk xeroftalmia dan meningkatnya kemaian, sekiranya masukan suplai vitamin A melalui makanan menurun oleh karena berkurangnya nafsu makan, karena sakit. Setelah beberapa waktu menderita kekurangan vitamin A dan/atau menderita penyakit infeksi, cadangan vitamin A yang ada dalam hati cepat sekali terkuras
2.a. Jika seorang anak umur 1 tahun telapak tangannya kekuning-kuningan apakah ini tanda kebanyakan karoten ?
Hal itu merupakan suatu kemungkinan, tetapi sangat jarang terjadi, bahwa pada umur tersebut seorang anak dapat/akan mengkonsumsi karoten dalam jumlah yang dapat menyebabkan perubahan warna kulit.
2. Apakah kapsul vitamin A dosis 200.000 SI membahayakan?
Tidak. Suplemen kapsul vitamin A dosis tunggal 200.000 SI tidak akan membahayakan, meskipun konsumsi karoten anak tersebut telah tinggi. Hypervitaminosis tidak disebabkan karena kebanyakan konsumsi karotenoid, terutama sekali karena rendahnya tingkat konversi karotenoid menjadi vitamin A.
Catatan :
Ada berbagai bentuk vitamin A. Bentuk jadi vitamin A (retinol) terdapat pada mamalia dan ikan. Karotenoid adalah bentuk provitamin A yang terdapat dalam sayur-sayuran daun berwarna hijau tua dan beberapa buah-buahab berwarna, yang didalam didinding usus diubah menjadi vitamin A aktif. Karotenoid tidak toksis tetapi dapat mewarnai jaringan lemak dan menyebabkan kulit berwarna kekuning-kuningan apabila dikonsumsi dalam dosis yang sangat besar dan dalam jangka waktu yang lama.
3. Apakah kapsul vitamin A 200.000 SI berbahaya bagi anak umur 1 tahun yang menderita penyakit kuning (jaundice)?
Tidak. Kapsul vitamin A 200.000 SI tidak membahayakan anak umur 1 tahun yang menderita penyakit kuning. Penyakit kuning disebabkan karena kerusakan sel-sel darah merah dalam jumlah yang berlebihan, peradangan hati dan/atau penyumbatan dalam hati. Pada semua tipe penyakit kuning, pengobatan harus ditujukan kepada penyebabnya, bukan pada gejalanya. Suplementasi vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, dianjurkan.
4. Apa yang akan terjadi bila bayi umur 6 bulan mendapat vitamin A 200.000 SI ?
Bayi umur dibawah 6 yang mendapat dosis tunggal lebih dari 100.000 SI mungkin akan mengalami penonjolan ubun-ubun (bagian lunak pada kepala bayi). Tetapi keadaan ini hanya terjadi pada sebagian kecil bayi (<1%). Penonjolan ini akan membantu menghilangkan tekanan intrakranial yang hanya sedikit meningkat. Tanda-tanda ini hanya sementara dan hilang dalam waktu 2 hari. Jika anak mengkonsumsi vitamin A dosis lebih dari 200.000 SI, maka anak akan merasa agak mual, muntah atau sakit kepala. Hasil ini terjadi pada 5-20 % anak-anak yang mendapat 300.000 SI – 400.000 SI sekali minum. Dosis yang lebih besar dalam jangka waktu yang lebih sering dapat menimbulkan efek samping dan harus dihindari
5. Pemberian vitamin A dosis 50.000 IU kepada bayi umur 6 minggu katanya dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat disembuhkan. Apakah betul ?
Pedoman WHO (“Field guide to the detection and control of Xerophthalmia, WHO, 1982”) menganjurkan agar anak-anak diberi vitamin A 50.000 IU pada saat lahir (atau 25.000 IU pada kunjungan EPI (kontak imunisasi), yaitu 4 kali dalam umur 6 bulan pertama) untuk mencegah kekurangan vitamin A dan meningkatkan cadangan vitamin A dalam hati.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin A 50.000 IU dosis tunggal kepada anak -anak di bawah umur 1 bulan tidak menunjukkan, bahwa efek samping. Khususnya, data yang diperoleh dari ribuan anak-anak di Nepal menunjukkan bahwa neonatus (umur < 1 bulan) tahan terhadap dosis tunggal 50.000 IU tanpa tanda-tanda terjadi efek kelebihan. Hanya sedikit sekali dari bayi-bayi usia 1-5 bulan yang mendapat dua kali jumlah ini (100.000 IU sebagai dosis tunggal) yang menunjukkan sedikit penonjolan ubun-ubun (+0.5 %) dan muntah-muntah (+2.0 %). Efek samping terjadi hanya untuk sementara.
6. Apakah bayi dapat mengalami kelebihan vitamin dari ASI, sekiranya ibunya mengkonsumsi terlalu banyak vitamin A ?
Tidak. Telah dibuktikan bahwa ibu menyusui serta bayinya akan memperoleh keuntungan jika ibu mendapat vitamin A oral 200.000 IU dosis tunggal segera setelah melahirkan (dalam waktu 1 bulan/masa nifas) Ini akan menjamin jumlah vitamin A yang cukup dalam ASI untuk membantu memenuhi kebutuhan anak. Jumlah vitamin A dalam ASI tidak akan mencapai kadar yang membahayakan bagi bayi, betapa banyakpun bayi itu disusui. Karena itu kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000) IU harus diberikan kepada ibu nifas.
Catatan
Meskipun konsumsi dan kadar serum vitamin A dari ibu cukup, konsentrasi vitamin A (retinol dan karoten) dalam ASI akan menurun setelah beberapa lama menyusui dan penurunan terbesar terjadi pada awal masa laktasi.
7. Jika ibu hamil mengkonsumsi terlalu banyak vitamin A, apakah ada resiko terhadap janinnya?
Ada kemungkinan terjadi resiko pada janin, bila si ibu mengkonsumsi vitamin A dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada trimester pertama. Hasil percobaan binatang menunjukkan terjadi cacat bawaan, baik akibat hipovitaminosis maupun hipervitaminosis A selama kehamilan; tetapi pada manusia hasil tersebut secara statistik tidak bermakna.
Meskipun demikian, mengingat adanya data tentang akibat tersebut diatas, baik pada manusia maupun hewan, bagi wanita-wanita usia subur yang mungkin sedang hamil (misalnya bila telah lebih 6 bulan setelah kelahiran bayi terakhir), sebaiknya hanya mengkonsumsi vitamin A dengan kadar yang secukupnya saja.
8. Apakah vitamin A aman diberikan kepada wanita hamil?
Vitamin A dosis tinggi tidak dianjurkan untuk diberikan kepada wanita hamil. Untuk menjaga kesehatan dapat diberikan dosis kecil, yaitu yang tidak melebihi 10.000 IU per hari.
9. Bagaimana dengan wanita hamil yang menderita bercak Bitot atau gejala lain dari xeroftalmia?
Jika wanita hamil menderita rabun senja atau bercak Bitot, ia harus mendapat vitamin A oral 10.000 IU tiap hari paling sedikit selama 2 minggu.
Bila terjadi xeroftalmia dengan lesi kornea yang aktif pada wanita usia subur atau pada wanita yang mungkin sedang hamil, harus dipertimbangkan antara resiko yang mungkin terjadi pada bayi akibat vitamin A dosis tinggi, dan akibat serius kekurangan vitamin A pada ibu bila ibu tidak mendapat vitamin A dosis tinggi. Menurut WHO, UNICEF dan IVACG, adalah beralasan bahwa dalam keadaan seperti ini ibu segera diberi vitamin A 200.000 IU
10. Sebagai seorang dokter dan pengelola program vitamin A, apa yang harus diketahui tentang frekuensi suplementasi vitamin A/distribusi?
Setiap anak yang membutuhkan vitamin A harus mendapat vitamin A. Ini termasuk juga anak-anak dalam masa pertumbuhan yang seharusnya mendapat vitamin A setiap 6 bulan sekali. Perlu ditambahkan, ini juga termasuk anak-anak yang beresiko tinggi, misalnya terhadap diare yang kronis, campak dan lain-lain. Sebagai contoh, seorang anak yang menderita campak dan telah mendapatkan vitamin A dosis 200.000 IU bulan yang lalu harus mendapatkan tambahan 1 kapsul vitamin A 200.000 IU dan bila perlu diberikan 1 kapsul lagi hari berikutnya. Hal ini akan meningkatkan proses penyembuhan anak dan mencegah kekurangan vitamin A serta komplikasinya.
11. Kapan “hipervitaminosis” atau kelebihan vitamin A dapat terjadi ?
Hipervitaminosis akut
Jika anak umur 1-5 tahun menkonsumsi lebih dari 300.000 IU dosis tunggal, maka mungkin akan menderita mual, sakit kepala dan anoreksia
Hipervitaminosis kronis
Bayi dan anak usia muda dapat menderita hipervitaminosis kronis, jika mereka megkonsumsi lebih dari 25.000 IU tiap hari selama lebih dari 3 bulan baik yang berasal dari makanan maupun dari pemberian suplemen vitamin.
12. Bagaimana tanda-tanda atau gejala-gejala hipervitaminosis vitamin A?
Hipervitaminosis vitamin A
Suatu kondisi dimana kadar vitamin A dalam darah atau jaringan tubuh begitu tinggi sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang tidak diinginkan
Hipervitaminosis akut
Disebabkan karena pemberian dosis tunggal vitamin A yang sangat besar, atau pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih termasuk dosis besar karena dikonsumsi dalam periode 1-2 hari.
Hipervitaminosis A akut
Pada bayi dan anak-anak biasanya terjadi dalam waktu 24 jam. Pada beberapa anak, mengkonsumsi dosis 300.000 IU atau lebih dapat menyebabkan mual, muntah dan sakit kepala. Penonjolan ubun-ubun dapat terjadi pada bayi umur kurang dari 1 tahun yang mengkonsumsi dosis yang sangat besar. tetapi ini ringan dan akan hilang seketika dalam waktu 1-2 hari. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin A dan pengobatan simptomatis.
Hipervitaminosis kronis
Disebabkan karena mengkonsumsi dosis tinggi yang berulang-ulang dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Keadaan ini biasanya hanya terjadi pada orang dewasa yang mengatur pengobatannya sendiri.
Hipervitaminosis A kronis
Pada anak-anak usia muda dan bayi biasanya menyebabkan anoreksia (tidak nafsu makan), kulit kering, gatal dan kemerahan, peningkatan tekanan intra-kranial, bibir pecah-pecah, tungkai dan lengan lemah dan membengkak. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin A dan pengobatan simptomatis. Disamping itu hendaknya terhadap kemungkinan penyakit lain yang dapat merupakan penyebabnya.
13. Jika seseorang mengkonsumsi vitamin A dosis tinggi yang melebihi 200.000 IU, apa yang terjadi pada vitamin A yang berlebih tersebut dalam tubuh?
Sebagian besar dari vitamin A yang berlebih tersebut dalam bentuk yang tidak berubah akan dikeluarkan melalui air seni dan tinja, selebihnya disimpan dalam hati.
Dalam kasus-kasus khusus (jarang terjadi), pemberian vitamin A jangka panjang akan menyebabkan simpanan dalam hati menjadi jenuh, kadar vitamin A dalam hati dan darah akan tetap tinggi sampai tubuh menggunakan kelebihan vitamin A tersebut.
14. Apakah akan terjadi kerusakan hati yang permanen akibat vitamin A dosis tinggi?
Dengan dosis yang sangat tinggi lebih dari berbulan-bulan atau bertahun-tahun, hati dapat membesar dan berlemak. Namun demikian, hati akan kembali normal, begitu suplementasi vitamin A yang berlebihan tersebut dihentikan.
15. Berapa banyak kapsul vitamin A 200.000 IU yang ditelan sekaligus, yang dianggap toksis untuk anak umur 1 tahun yang “intake” vitamin A-nya cukup; dan untuk yang kekurangan vitamin A?
Anak umur 1 tahun tidak diberi dalam bentuk kapsul, kapsul harus dipotong dan dipencet hingga semua isinya masuk dalam mulut anak. Dengan demikian untuk menelan beberapa kapsul sekaligus tampaknya tidak akan terjadi. Pemberian isi dua kapsul sekaligus dapat menyebabkan efek samping. Efek samping ini tidak serius dan hanya bersifat sementara, baik pada anak yang kekurangan vitamin A maupun yang tidak. Namun demikan harus diusahakan agar tidak sampai memberikan 2 kapsul sekaligus.
16. Bagaimana jika umur 1 tahun menerima 2 kapsul vitamin A 200.000 IU dalam satu bulan atau dalam 24 jam?
Anak tidak akan menderita efek samping jika mendapat 2 kapsul dalam satu bulan (lihat no. 15 diatas). Anak-anak dengan xeroftalmia perlu 1 kapsul pada hari pertama dan 1 kapsul lagi pada hari kedua, dan 4 minggu kemudian 1 kapsul lagi. Anak-anak dengan campak perlu segera diberikan 1 kapsul 200.000 IU.
Jika anak mendapat 2 dosis dari 200.000 IU dalam 24 jam, anak mungkin menderita pusing, mual dan muntah. Tetapi ini akan hilang dalam 1 sampai 2 hari.
17. Bagaimana bila anak umur satu tahun menelan 10 kapsul sekaligus ?
Vitamin A 2.000.000 IU merupakan penyebab hipervitaminosis akut dan akan menyebabkan sakit kepala, pusing, mual, muntah dan anoreksia (tidak nafsu makan) yang berat. Hal ini tampaknya dalam prakteknya (pelaksanaannya) tidak akan terjadi. Ingat, kebanyakan anak umur ini tidak mengkonsumsi dalam bentuk kapsul; dan keluarga juga tidak menyimpan/mempunyai persediaan kapsul dalam jumlah besar yang mungkin dapat diambil anak
18. Berapa lama tanda-tanda atau gejala-gejala ini akan hilang setelah konsumsi vitamin A diberhentikan ?
Akut: Gejala-gejala biasanya sementara dan akan hilang dalam waktu 2 hari
Kronis: Masalah yang tampak sebagian besar akan hilang dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan
19. Saya seorang perawat, kalau saya menemui kasus dengan gejala kemungkinan (dugaan) hipervitaminosis vitamin A, bagaimana saya mengatasinya ?
Kemungkinan beasr anda tidak akan melihat kasus kelebihan dosis vitamin A. Akan tetapi kalau anda menemui kasus ini, hentikan saja pemberian vitamin A. Gejala-gejala hipervitaminosis vitamin A akan hilang dengan sendirinya dalam waktu 1-4 hari. Jika fasilitas memungkinkan, sebaiknya dirujuk ke Puskesmas dan dilaporkan.
20. Apakah ada resiko keracunan akibat vitamin A yang telah kadaluarsa dan apakah ada resiko pada anak jika mengkonsumsi vitamin A yang telah kadaluarsa ?
Tanda kadaluarsa produk khusus dari vitamin A yang tercantum pada kemasan menentukan akhir masa simpan dari produk tersebut (“shelf life”). Masa simpan suatu produk menyangkut periode yang telah ditentukan, dalam kondisi penyimpanan yang baik, 90 % dari potensi vitamin A yang ditetapkan masih dapat dijamin.
Idealnya kapsul vitamin A disimpan dalam suhu rendah, misalnya <15°C atau <59°F, dalam wadah yang efektif dapat mencegah terkena sinar matahari (berwarna gelap), oksigen, kelembaban, bahan-bahan oksidasi dan logam-logam.
Kapsul yang telah kadaluarsa tidak membahayakan. Akan tetapi, vitamin dalam kapsul tersebut mungkin telah berkurang dibawah nilai yang telah ditetapkan, yaitu 90%, tergantung cara penyimpanannya, sehingga tidak lagi efektif seperti yang diharapkan.
Kapsul vitamin A yang telah disimpan lebih dari 2,5 tahun pada suhu 23°C (73,4°F) dalam wadah berwarna gelap yang tertutup masih mengandung > 90% potensi semula. Pada suhu yang lebih tinggi potensi kapsul akan lebih banyak berkurang. Tak ada resiko bila mengkonsumsi kapsul yang telah lama. Akan tetapi dengan berlalunya waktu, kadar vitamin A akan makin berkurang, sehingga menjadi kurang efektif.
21. Bagaimana kita dapat menentukan kapan botol yang berisi kapsul yang telah kadaluarsa harus dibuang?
Jika dijumpai perubahan fisik pada kapsul vitamin A seperti berjamur, lembik atau saling melengket dan sulit dipisahkan satu sama lain, walaupun belum kadaluarsa sebaiknya tidak digunakan.
Jika anda mempunyai suplai kapsul vitamin A dalam botol dengan jumlah yang besar, yang sudah 1 atau 2 tahun lebih dari tanggal kadaluarsa, sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium tentang kadar retinolnya. Ini dibenarkan jika menyangkut jumlah kapsul yang besar karena biaya analisa untuk satu kapsul sama mahalnya dengan harga 3000 kapsul. Karena itu keputusan untuk melakukan analisa potensi hanya dapat dilakukan ditingkat kabupaten/propinsi/pusat.
Akan tetapi, jika tidak dilakukan pemeriksaan kadar vitamin A, maka kapsul yang dibagikan tersebut potensinya mungkin telah berkurang meskipun masih efektif untuk mencegah xeroftalmia (walaupun untuk jangka waktu yang lebih pendek)
22. Apakah pernah terjadi kematian yang secara ilmiah ternyata disebabkan karena terlalu banyak vitamin A?
Belum pernah dilaporkan terdapatnya kasus kematian akibat keracunan vitamin A pada manusia. Perlu diingat bahwa kekurangan vitamin A justru merupakan faktor besar dalam kematian anak, yang dapat dengan mudah diatasi dengan pemberian satu kapsul vitamin A dosis tinggi tiap 6 bulan sekali pada anak usia 1 - 5 tahun

jurnal asupan makanan fii

METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis Explanatory, metode yang digunakan
adalah survey dengan pendekatan belah lintang (Cross Sectional).
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang, mulai
bulan Juni - bulan Juli 2012. Populasi penelitian adalah Semua
penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Instalasi Rawat Jalan Unit
Hemodialisa di RSUD Tugurejo Semarang pada bulan juli 2012.
Kriteria inklusi sampel adalah sampel bersedia diwawancarai,
sampel bisa diajak komunikasi, sampel bertempat tinggal
disemarang. Penentuan sampel menggunakan teknik Consecutive
Sampling, jumlah sampel yang terjaring sebanyak 33 orang.
Data yang diambil terdiri dari data primer dan sekunder, data
primer diambil dengan cara wawancara langsung dan pengukuran
antropometri dengan responden, data sekunder dikutip dari
catatan medik pasien. Data primer yang diambil meliputi identitas
responden, status gizi responden yaitu berat badan, tinggi badan
(dihitung IMT), recal 3x24 jam sedangkan data sekunder meliputi
diagnosa gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.
Analisis data dilakukan secara univariat untuk menyajikan
distribusi frekuensi. Analisis bivariat uji Rank Spearman untuk menguji
JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG http://jurnal.unimus.ac.id
NOVEMBER 2012, VOLUME 1, NOMOR 1
4
hubungan antara variable dependent dan independent dengan
data berdistribusi tidak normal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang merupakan
Rumah Sakit kelas B milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, yang
terletak di Semarang Bagian Barat dengan kapasitas tempat tidur
terpasang saat ini 242 tempat tidur. Luas tanah 26.700 m², luas
bangunan 10.000 m² terdiri dari gedung rawat jalan, gedung IGD, 8
bangsal perawatan, kamar bedah, kamar bersalin, bangunan
penunjang, kantor serta aula.
Pelayanan di RSUD Tugurejo Semarang meliputi IGD, rawat
inap, rawat jalan, apotek, bedah sentral, laboratorium. Pelayanan
yang diberikan di instalasi rawat jalan meliputi poliklinik spesialis
anak, spesialis kebidanan dan kandungan, spesialis bedah, spesialis
penyakit dalam, spesialis kulit dan kelamin, spesialis orthopedi,
spesialis paru, poli kusta, poli kecantikan, poli tumbuh kembang,
poli gizi, poli psikologi dan poli VCT.

untuk versi berikutnya
download aj disini

Jurnal Gizi Masyarakat

I.
Pendahuluan
Kehidupan modern menuntut kita agar selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, baik
kesehatan pribadi maupun kesehatan lingkungan. Yang dimaksud kesehatan pribadi menurut Muri’fah dan
Herdianto (1992: 8) adalah “kesehatan atau kebersihan diri sendiri seutuhnya yaitu meliputi seluruh aspek
pribadi, fisik, mental, sosial agar tumbuh dan berkem-bang secara harmonis.” Sedangkan kesehatan lingkungan
menurut Muri’fah dan Herdianto (1992: 8) adalah “ Kesehatan yang berada di luar diri meliputi lingkungan
biologis dan lingkungan fisik.”
Sehat adalah tidak adanya gangguan terhadap jasmani, rohani, dan sosial. Kesehatan mencakup pribadi
seseorang seutuhnya meliputi sehat pisik, sehat mental, dan sosial. Pemahaman sehat tersebut sesuai dengan
pengertian sehat yang dikemukakan WHO yang dikutip oleh Mari’fah (1992: 1) adalah “ keadaan yang meliputi
kesehatan fisik, kesehatan mental, dan kesehatan sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat,
dan kelemahan.”
Dengan demikian tidak cukup suatu masyarakat bebas dari penyakit, tetapi juga harus mencakup
keseluruhan, sehat secara total seperti dikemukakan WHO. Untuk mencapainya, masyarakat perlu diberi
pendidikan kesehatan yang secara sistematis akan membekali mereka dalam kehidupannya dan merupakan
sikap hidup sehari-hari.
Sikap hidup merupakan pandangan hidup yang harus ditanamkan pada masayarakat dari mulai lahir
sampai hayatnya dan harus menjadi kebiasaan hidup sehari hari dalam keluarga maupun dalam, masyarakat.
Dengan demikian, akan terbentuk pribadi-pribadi yang sehat, yang akhirnya dapat menunjang terhadap
produktivitas tenaga kerja.
Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga
tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi (Atmarita, 2004). Kejadian kekurangan gizi sering terluputkan dari
penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian
ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup.
Akhir-akhir ini, di masyarakat kita mulai menyeruak banyak masalah kesehatan dan gizi yang perlu
mandapat perhatian. Kasus busung lapar misalnya, merupakan contoh betapa pemahaman kese-hatan di
masyarakat masih minimal. Sehingga kita tercengang ketika data menunjukkan bahwa di Indonesia anak-anak
Balita (di bawah lima tahun) delapan persen menderita busung lapar alias gizi buruk. Kalau proyeksi penduduk
Indonesia yang disusun Badan Pusat Statistik tahun 2005 ini jumlah anak Balita usia 0-4 tahun berjumlah 20,87
juta anak (
Kom-pas
, 28 Mei 2005), itu berarti saat ini ada sekitar 1,67 juta anak Balita yang menderita busung
lapar. Belum lagi kasus polio dan kusta yang tahun ini juga sempat mencuat di beberapa daerah di Indonesia.
Urusan kesehatan merupakan urusan lingkungan, sikap, dan perilaku masyarakat. Hal ini diper-kuat hasil
penelitian Hendrik L. Blum yang dikutif Saeful Millah (
Pikiran Rakyat
, 3 Juni 2005), bahwa dari empat faktor kunci
yang mempengaruhi derajat kese-hatan, maka aspek pelayanan hanya memiliki kontribusi 20%. Sementara
sebagian besar 80%, dipengaruhi oleh tiga faktor lainnya. Yaitu, 45% ditentukan oleh lingkungan, 30% perilaku
masyarakat, dan 5% ditentukan faktor keturunan.
Itu artinya urusan kesehatan bukan hanya urusan dokter, bidan, atau tenaga medis lainnya, melainkan
urusan berbagai pihak. Terutama aspek perilaku masyarakat dan lingkungan yang harus mendapat perhatian
utama.

Berangkat dari rasional tersebut, maka kami sebagai bagian dari masyarakat akademik yang harus
melakukan pengabdian kepada masyarakat merasa ter-panggil untuk ikut berkiprah dalam melakukan
penyuluhan. Kampus yang dituntut untuk mengadakan Tridarma Perguruan Tinggi, yaitu : pengajaran,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sudah seharusnya turut serta dalam mengatasi kesulitan
tersebut.
Di Jawa barat, terkait dengan kesehatan masyarakat ini sangat memperihatinkan. Data yang sempat tercatat
media, kasus gizi buruk dan penyakit tahun 2005 ini terjadi hampir di seluruh daerah. Jumlah kasus hampir
merata di seluruh daerah. Menurut data yang tercatat Harian
Pikiran Rakyat
misalnya, ribuan balita terserang
polio dan diare. Begitu juga dengan gizi buruk, hampir seluruh daerah kabupaten mengalami gizi buruk yang
sangat mencolok, bahkan naik dari tahun sebelumnya.
Di Sumedang, gizi buruk dan penyakit yang terjangkit di setiap tahun terus meningkat. Menurut data Pikiran
Rakyat, 14 Juni 2005, jumlah balita yang mengalami gizi buruk di Sumedang tahun 2003 sebanyak 843,
sedangkan tahun 2004 meningkat menjadi 871 balita. Jumlah tersebut tersebar di beberapa kecamatan.
Dari data dan penjelasan di atas maka sudah sepantasnya kampus yang dalam salah satu darmanya harus
melaksanakan pengabdian kepada masyarakat turut serta dalam penyuluhan kesehatan gizi dan penyakit
kepada masyarakat. Oleh karena itu, kami bermaksud turut serta mengada-kan penyuluhan mengenai gizi dan
kesehatan serta penyakit. 
untuk melihat versi lengkapnya 
silahkan....

artikel gizi

Artikel Pola Asuh Gizi Pada Bayi Anak Makalah Pengertian Contoh

Artikel Pola asuh gizi merupakan praktek dirumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menurut Soekirman (2000: 84), pola asuh adalah berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberi makan, kebersihan, memberi kasih sayang, dan sebagainya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental). 
Sedangkan menurut Zeitlin Marian (2000:122) yang dikutip oleh Amy Prahesti (2001: 21) mengatakan bahwa salah satu aspek kunci dalam pola asuh gizi adalah praktek penyusuan dan pemberian MP-ASI. Lebih lanjut praktek penyusuan meliputi pemberian makanan prelaktal, kolostrum, menyusui secara eksklusif, dan praktek penyapihan. 
Adapun aspek kunci pola asuh gizi adalah :

Praktek pemberian makanan/minuman prelaktal.

1) Batasan makanan/minuman prelaktal
Makanan prelaktal adalah makanan dan minuman yang diberikan kepada bayi sebelum ASI keluar, misal air kelapa, air tajin, madu, pisang, susu bubuk, susu sapi, air gula, dan sebagainya (Depkes RI, 2000:2).
Kebiasaan memberikan makanan prelaktal harus dihindari karena dirasa tidak perlu dan malah bisa membahayakan bagi bayi dan ibu bayi (Savage, 1991:37).

2) Bahaya pemberian makanan/minuman prelaktal 
Untuk bayi: 
  • Bayi tidak mau mengisap susu dari payudara karena pemberian makanan ini menghentikan rasa lapar.
  • Diare sering terjadi karena makanan ini mungkin tercemar. 
  • Bila yang diberikan susu sapi alergi sering terjadi. 
  • Bayi bingung mengisap puting susu ibunya bila pemberian makanan lewat botol. 
  • Saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencerna makanan selain ASI.

Untuk Ibu: 
  • ASI keluar lebih lama karena bayi tidak cukup mengisap.
  • Bendungan dan mastitis mungkin terjadi karena payudara tidak mengeluarkan ASI. 
  • Ibu sulit menyusui dan cenderung berhenti menyusui. (Savage, 1991:37).
3) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pemberian makanan/minuman prelaktal

Pemberian makanan/minuman prelaktal masih sering dilakukan terutama bagi bayi yang lahir di Rumah Sakit (RS) atau Rumah Sakit Bersalin (RSB). Pemberian ini didorong oleh sulitnya/sedikitnya ASI yang dihasilkan. Jenis minuman prelaktal yang diberikan biasanya adalah susu formula. Praktek pemberian ini menjadi semakin meningkat dengan banyaknya iklan dan poster mengenai susu formula yang terpasang di RS dan RSB. Akibat lanjut dari hal ini bahwa ibu lebih senang memberi susu formula kepada bayinya dari pada menyusui. Sedangkan bagi ibu-ibu di pedesaan yang melahirkan dengan pertolongan dukun bayi biasanya juga masih sering memberi makanan prelaktal ini dengan alasan yang tidak jauh berbeda dengan diatas, yaitu bahwa ASI sulit keluar dan sangat lama sehingga bayi terus menangis. Pengetahuan gizi ibu yang rendah semakin mendorong praktek ini. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi, dan mengganggu keberhasilan menyusui (Depkes RI, 2000:2).

Praktek pemberian kolostrum
1) Batasan kolostrum
Kolostrum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama setelah bayi lahir (4-7  hari) berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental karena mengandung banyak vitamin, protein, dan zat kekebalan yang penting untuk kesehatan bayi dari penyakit infeksi (Depkes RI, 2005:4).

Menurut Suhardjo, dkk (1986:114) cairan yang dikeluarkan dari buah dada ibu selama beberapa hari pertama setelah bayi dilahirkan merupakan suatu cairan yang menyerupai air, agak kuning yang dinamakan kolostrum. Cairan tersebut mengandung lebih banyak protein dan mineral serta sedikit karbohidrat dari pada susu ibu sesudahnya. 14

Kolostrum juga mengandung beberapa bahan anti penyakit yang dialihkan melalui susu dari tubuh ibu kepada bayi yang diteteki. Bahan anti tersebut membantu bayi menyediakan sedikit kekebalan terhadap infeksi penyakit, selama bulan-bulan pertama dari hidupnya.

2) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pemberian kolostrum
Meskipun kolostrum sangat penting untuk meningkatkan daya tahan bayi terhadap penyakit, namun masyarakat terutama ibu-ibu masih banyak yang tidak memberikan kolostrum kepada bayinya (Depkes RI, 2000:2). Hal ini sebagian besar disebabkan oleh ketidaktahuan mereka akan manfaat kolostrum bagi bayinya. Kebanyakan ibu-ibu di pedesaan yang persalinannya ditolong oleh dukun bayi belum terlatih selalu membuang kolostrum dengan alasan bahwa ASI tersebut mengandung bibit penyakit. Biasanya kolostrum tersebut dikubur bersama plasenta bayi. Selain karena kepercayaan tersebut di beberapa daerah memang terdapat tradisi yang mengharuskan untuk membuang kolostrum. Sedangkan sedikitnya penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat semakin memperburuk keadaan ini.

Praktek pemberian Air Susu Ibu
Pola pemberian ASI merupakan model praktek penyusuan/pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya pada usia 4 bulan pertama kehidupan bayi. Pola pemberian ASI dibedakan menjadi 2 macam yaitu pola eksklusif dan pola non eksklusif (Depkes RI, 1998:2).

1) Batasan ASI eksklusif dan non eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 4 bulan tanpa diberi makanan pendamping ataupun makanan pengganti ASI. Sedangkan ASI non eksklusif adalah pola pemberian ASI yang ditambah dengan makanan lain baik berupa MP-ASI maupun susu formula (Depkes RI, 1998:3).

2) Alasan pemberian ASI eksklusif antara lain adalah 
  • Pada periode usia bayi 0–4 bulan kebutuhan gizi bayi baik kualitas maupun kuantitas terpenuhi dari ASI saja tanpa harus diberikan makanan/minuman lainya.
  • Pemberian makanan lain akan mengganggu produksi ASI dan mengurangi kemampuan bayi untuk mengisap. 
  • Zat kekebalan dalam ASI maksimal dan dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi.

Asam lemak essensial dalam ASI bermanfaat untuk pertumbuhan otak sehingga merupakan dasar perkembangan kecerdasan bayi dikemudian hari. Penelitian menunjukan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point 4,3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 point lebih tinggi pada usia 8,5 tahun, dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes RI, 2005:11).

3) Kebutuhan ASI bayi
Rata-rata bayi memerlukan 150 ml susu per kilogram BB perhari, 16 sehingga bayi dengan BB 3,5 Kg memerlukan 525 ml sehari, bayi 5 Kg memerlukan 750 ml, dan bayi 7 Kg memerlukan 1 L per hari. Apabila bayi mengikuti garis pertumbuhan normalnya selama 6 bulan pertama maka kebutuhan susu 15 L (Savage, 1991:30).

4) Lama Menyusui
Ibu selalu dinasehati untuk menyusui selama 3-5 menit dihari-hari pertama dan 5–10 menit dihari-hari selanjutnya. Namun demikian, pengisapan oleh bayi biasanya berlangsung lebih lama antara 15–25 menit (Winarno F.G, 1990:78).

5) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pola pemberian ASI.
Hal-hal yang mendasar yang sangat berhubungan dengan pola pemberian ASI adalah pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif, baik maksud maupun manfaat pemberian ASI tersebut bagi bayi. Pengetahuan ini dapat ditingkatkan dengan penyuluhan oleh petugas kesehatan. Dengan sedikitnya frekuensi penyuluhan yang dilakukan maka pengetahuan ini akan sulit ditingkatkan dan perubahan kearah praktek yang diharapkan akan sulit diwujudkan. Selain itu sedikitnya ASI yang dihasilkan juga mendorong praktek  pemberian ASI dilakukan secara parsial dimana ASI tetap diberikan dengan ditambah dengan susu formula. Sedangkan faktor yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap pemberian ASI ini antara lain keterlibatan sosial orang tua, pekerjaan orang tua, serta pendidikan orang tua. Hal ini lebih bisa dimaklumi sebab interaksi orang tua dengan lingkungannya akan menambah pengalaman yang berguna untuk melakukan praktek yang lebih baik (Satoto,1990:54). 

Praktek pemberian MP-ASI
1) Batasan MP-ASI
Makanan pendamping ASI merupakan makanan tambahan yang diberikan pada bayi setelah bayi berusia 4-6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Selain MP-ASI, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai usia 24 bulan. MP-ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi, makanan ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi. Jadi MP-ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung didalam ASI. Dengan demikian, cukup jelas bahwa peranan MP-ASI bukan sebagai pengganti ASI tetapi untuk melengkapi atau mendampingi ASI (Diah Krisnatuti, Ririn Yenrina, 2000:14).

2) Tujuan pemberian MP-ASI 
Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat badan. Gangguan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal dapat terjadi ketika kebutuhan energi dan zat gizi bayi tidak terpenuhi. Hal ini dapat disebabkan asupan makanan bayi yang hanya mengandalkan ASI saja atau pemberian makanan tambahan yang kurang memenuhi syarat. Disamping itu faktor terjadinya infeksi pada saluran  pencernaan memberi pengaruh yang cukup besar (Diah Krisnatuti, Ririn Yenrina, 2000:15). 18

3) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI

Menurut Zetlein Marian (2000:124) yang dikutip oleh Amy Prahesti (2001: 25) faktor utama yang berpengaruh terhadap praktek pemberian MP-ASI adalah pengetahuan dan pendidikan ibu. Dengan pendidikan yang cukup ditunjang pengetahuan gizi modern akan menjadikan praktek pemberian MP-ASI kepada bayi semakin baik. Selain itu ternyata lingkungan sosial juga tidak lepas pengaruhnya pada hal ini. Dalam kebudayaan tertentu adanya kebiasaan makan bagi bayi yang khas dengan berbagai pantangan yang ada sangat mempengaruhi baik tidaknya praktek penberian MP-ASI oleh ibu bagi bayinya (Ebrahim,G.J, 1988:74).

2.1.1.5 Praktek penyapihan 
1) Batasan Penyapihan
Masa penyapihan adalah proses dimana seorang bayi secara perlahan-lahan memakan makanan keluarga ataupun makanan orang dewasa sehingga secara bertahab bayi semakin kurang ketergantungannya pada ASI dan perlahan-lahan proses penyusuan akan berhenti (Savage, 1991:105). Bayi yang sehat pada usia penyapihan akan tumbuh dan berkembang sangat pesat, sehingga perlu penjagaan khusus untuk memastikan bahwa bayi mendapat makanan yang benar (Depkes RI, 1998:19).

2) Masa penyapihan 
Masa penyapihan dapat terjadi pada waktu yang berbahaya bagi bayi. Di beberapa tempat, bayi pada usia penyapihan tidak tumbuh dengan baik, maka sering jatuh sakit dan lebih sering terkena penyakit infeksi terutama diare, dibanding waktu-waktu lain. Bayi-bayi yang kurang gizi mungkin akan menjadi lebih buruk keadaannya pada masa penyapihan. Makanan yang tidak cukup dan adanya penyakit membuat bayi tidak tumbuh dengan baik. Hal ini dapat terlihat pada KMS terjadi kenaikan Berat Badan yang tidak memuaskan atau dalam keadaan yang lebih parah terjadi penurunan Berat Badan (Depkes RI, 1998:10).

3) Hal-hal yang berpengaruh terhadap praktek penyapihan dini
Penyapihan dimulai pada umur yang berbeda pada masyarakat yang berbeda. Menurut studi WHO pada tahun 1981 dipelajari bahwa jumlah ibu-ibu di pedesaan yang mulai penyapihan lebih awal tidak sebanyak diperkotaan. Di daerah semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini karena ibu kembali bekerja. Hal ini menyebabkan kebutuhan zat gizi bayi/anak kurang terpenuhi apalagi kalau pemberian MP-ASI kurang diperhatikan, sehingga anak menjadi kurus dan pertumbuhannya sangat lambat (Depkes RI, 2000:3). Selain karena alasan tersebut kegagalan penyusuan akibat pemberian makanan atau minuman prelaktal sebelum ASI keluar juga menjadi alasan praktek penyapihan dilakukan secara dini, disamping karena ASI tidak keluar dari sesaat sesudah melahirkan (Savage, 1991:99).
Artikel Pola Asuh Gizi Pada Bayi
Daftar Pustaka Artikel Pola Asuh Gizi Pada Bayi Anak Makalah Pengertian Contoh
Amy Prahesti. 2001. Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Gangguan Pertumbuhan (Growth Faltering) pada Anak Usia 0-12 Bulan di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Skirpsi S-1. Universitas Diponegoro.
Depkes RI. 2000. Makanan Pendamping ASI. Jakarta
Soekirman. 2000.  Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
King Savage. 1991.  Menolong ibu menyusui. Terjemahan Sukwan Handali. Jakarta : gramedia Pustaka Utama
Depkes RI. 2005. Manajemen Laktasi. Jakarta
Depkes RI. 1998. Buku Pedoman ASI Eksklusif Bagi Petugas. Semarang
Suhardjo, dkk. 1986. Pangan Gizi dan pertanian. Jakarta : UI-Press
Satoto. 1990. Pertumbuhan dan perkembangan anak, Pengamatan anak umur 0 – 18 bulan di kecamatan Mlonggo Kab. Jepara. Disertasi. Universitas Diponegoro.
Diyah Krisnatuti, dkk. 2002. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Jakarta : Puspa Swara, Anggota IKAPI
Ebrahim, G. J. 1988.  Ilmu Kesehatan Anak di Daerah Tropis. Jakarta : Yayasan Esensia Medika